Thursday, 25 January 2018

Hukum Pemda - Makalah Kekuasaan Legislatif Daerah



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sesuai dengan yang diutarakan oleh Oppenheim-Lauterpacht bahwa unsur-unsur negara yakni, rakyat, wilayah, kemampuan untuk melakukan hubungan dengan negara lain, dan ada pemerintahan yang berkuasa (berdaulat).[1] Sehingga tentu dalam menjalankan pemerintahan yang berdaulat mempuanyai proses penyelenggaraan kekuasaan untuk mencapai tujuan negara.
Proses penyelenggaraan kekuasaan negara oleh lembaga-lembaga negara diatur menurut konstitusi negara. Saat ini konstitusi yang berlaku di Indonesia adalah UUD 1945 uang telah diamandemen. Berdasarkan konstitusi ini, dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia, proses penyelenggaraan kekuasaan negara berlangsung di tingkat nasional, daerah dan desa.[2]
            Penyelenggaraan pemerintahan di daerah dilaksanakan dengan asas desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya dan asas dekonsentrasi, yaitu pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal, serta melaksanakan tugas pembantuan, yaitu penugasan dari pemerintahan kepada daerah dan/atau desa dari pemerintahan provinsi kepada kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.[3]
            Yang menjadi masalah adalah di Indonesia telah terjadi beberapa kali perubahan terhadapa peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah. Terjadinya beberapa kali perubahan terhadap peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah itu, memberikan indikasi yang kuat bahwa pengaturan mengenai aspek pengaturan mengenai susunan pemerintahan daerah dan corak serta kadar desentralisasi dalam pelaksanaan ini tidak semudah seperti yang digambarkan. Berbagai kepentingan di balik pembagian kekuasaan yang melahirkan adanya Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah, memungkinkan terjadinya tarik ulur seberapa besar kewenangan yang dimiliki masing-masing dalam melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan.[4]
            Dalam rangka menjalankan pemerintahan daerah ada dua lembaga yang saling bekerja sama yakni Legilatif Daerah dan Eksekutif Daerah, dimana dua institusi yang harus selalu ada dalam pelaksanaan otonomi daerah. Keberadaan dua institusi ini ini sangat diperlukan untuk mengemban pelaksanaan prinsip pembagian kekuasaan di daerah. Pemerintah Daerah adalah institusi eksekutif dan DPRD adalah institusi legislatif yang merupakan representatif rakyat di suatu daerah otonom. Masing-masing mempunyai tugas dan kewenangan sendiri, namun terikat dalam tata hubungan antara keduanya.[5]
            Ada berbagai polemik yang terjadi antara institusi Legislatif Daerah dan Eksekutif Daerah dimana sering terjadi ketidakseimbangan di antara kedua lembaga ini dimana, Legislatif Daerah memegang fungsi pengawasan terhadap Eksekutif daerah sementara Legislatif Daerah tidak ada lembaga ataupun instansi yang melakukan pengawasan terhadap kinerja DPRD selaku Legislatif Daerah.     Hal ini yang menimbulkan banyak perilaku penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh DPRD. Seperti yang tergambar dalam pernyataan sejarawan Inggris yakni Lord Acton.
“Kekuasaan itu cenderung di salahgunakan, Kekuasaan yang absolut pasti disalahgunakan” (Power tends to corrupt, absolute power corupts absolutely)[6]
Penulis berpendapat bahwa pernyataan yang diuratakan oleh Lord Acton tersebut sampai sekarang menjadi suatu hipotesa yang tak terbantahkan. Sebab kekuasaan yang absolut yang membuat orang pasti menyalahgunakan kekuasaan. Padahal esensinya Trias Politika dari Montesquieu ini bertujuan agar tidak terpusatnya kekuasaan pada satu orang atau lembaga yang akan menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis akan membahas masalah “Kekuasaan Legislatif  Daerah” Untuk melihat sampai dimana kekuasaan Legislatif di daerah .


B. Perumusan Masalah
            Dari latar belakang dan dasar pemikiran diatas, maka yang menjadi permasalahan yang dikaji dalam tulisan ini ialah :
1.      Apa-apa saja kekuasaan DPRD selaku Legislatif Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah?
2.      Bagaimana Mekanisme Penggunaan Hak DPRD dalam Menjalankan Fungsi Pengawasan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah?



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemisahan Kekuasaan (Trias Politica)
1.    Pemisahan Kekuasaan (Separation of Power)
Trias politika adalah suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan (functions) ini sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Dengan demikian diharapkan hak-hak asasi warga negara lebih terjamin.[7]
            Doktrin ini untuk pertama kali dikemukakan oleh Jhon Locke (1632-1704) dan Montesquieu (1689-1755) dan pada taraf itu ditafsirkan sebagai pemisahan kekuasaan (separation of power). Menurut Jhon Locke kekuasaan negara  dibagi dalam tiga kekuasaan, yakni kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan federatif, yang masing-masing terpisah satu sama lain. Kekuasaan legislatif ialah kekuasaan membuat peraturan dan undang-undang, kekuasaan eksekutif ialah kekuasaan melaksanakan undang-undang dan didalamnya kekuasaan mengadili (Locke memandang mengadili itu sebagai uitvoering, yaitu termasuk pelaksanaan undang-undang, dan kekuasaan federatif ialah kekuasaan yang meliputi segala tindakan untuk menjaga keamanan negara dalam hubungan dengan negara lain seperti membuat aliansi dan sebagainya (dewasa ini disebut hubungan luar negeri).[8]
            Sedangkan menurut Montesquieu membagi kekuasaan menjadi tiga cabang yakni, kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif. Menurutnya ketiga kekuasaan ini haruslah terpisah satu sama lain, baik mengenai tugas (fungsi) maupun mengenai alat perlengkapan (organ) yang menyeleng-garakannya. Terutama adanya kebebasan badan yudikatif yang ditekankan oleh Montesquieu, karena disinilah letaknya kemerdekaan individu dan hak asasi manusia itu dijamin dan dipertaruhkan. Kekuasaan legislatif menurutnya adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang, kekuasaan eksekutif meliputi penyelenggaraan undang-undang (tetapi Montesquieu diutamakan tindakan bidang politik luar negeri), sedangkan kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang-undang.[9]
2.    Pembagian Kekuasaan (Division of Power)
Pada abad 20 negara dalam keadaan sedang berkembang dimana kehidupan ekonomi dan sosial telah menjadi sedemikian kompleksnya serta badan eksekutif mengatur hampir semua aspek kehidupan masyarakat, Trias Politika dalam arti “pemisahan kekuasan” tidak dapat dipertahankan lagi. Dengan berkembangnya konsep mengenai Negara Kesejahteraan (Welfare State) dimana pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan seluruh rakyat, dan karena itu harus menyelenggarakan perencanaan pembangunan ekonomi dan sosial secara menyeluruh, maka fungsi kenegaraan sudah jauh melebihi tiga macam fungsi yang disebut oleh Montesquieu. Misalnya saja, badan eksekutif tidak hanya bertindak sebagai pelaksana undang-undang yang diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tetapi ia bergerak secara aktif di bidang legislatif sendiri (misalnya dengan menyusun RUU, membuat Peratura Presiden, Peraturan Mentri, dsb)[10]
B. Penyelenggaraan Otonomi Daerah
1.    Dasar Hukum Otonomi Daerah
a.        Undanng Undang Dasar 1945
Pasal 18 UUD menyebutkan adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah. Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen Kedua tahun 2000 untuk dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk mengatur pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi daerah sendiri tertulis secara umum dalam Pasal 18 untuk diatur lebih lanjut oleh undang-undang.[11]
b.        Ketetapan MPR-RI
Tap MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah : Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan, serta perimbangan kekuasaan Pusat dan Daerah dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.[12]


c.         Undang-Undang
Undang-Undang No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas Desantrilisasi. Hal-hal yang mendasar dalam UU No.22/1999 adalah mendorong pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Namun, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk menggantikannya seperti : Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014[13].
2.    Asas-Asas Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
a.        Asas Desentralisasi
Desentralisasi adalah istilah yang luas dan selalu menyengkut persoalan kekuatan (power. Umumnya dihubungkan dengan pendelegasian atau penyerahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada pejabatnya di daerah atau kepada lembaga-lembaga pemerintah di daerah untuk menjalankan urusan-urusan pemerintahan di daerah. Dalam Encyclopedia of the Social Sciences, desentralisasi adalah penyerahan wewenang dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah, baik yang menyangkut bidang legislatif, yudikatif maupun administratif.[14]
b.        Asas Dekonsentrasi
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintahan atau kepala wilayah atau kepala instansi vertikal tingkat atasnya pada pejabat-pejabat di daerah, yang meliputi sebagai berikut[15] :
1.      Pelimpahan wewenang dari aparatur pemerintah yang lebih tinggi tingkatnya ke aparatur lain dalam satu tingkatan pemerintahan disebut dekonsentrasi horizontal.
2.      Pelimpahan wewenang dari pemerintah atau dari aparatur pemerintah yang lebih tinggi tingkatannya ke aparatur lain dalam tingkatan pemerintahan yang lebih rendah disebut dekonsentrasi vertikal.
c.         Asas Medebewind
Tugas pembantuan adalah tugas-tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah atau pemerintah daerah di tingkat atasnya, dengan kewajiban mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskan. Pemerintah atau provinsi yang menugaskan ini menyusun rencana kegiatan atau kebijaksanaan dan menyediakan anggarannya, sedangkan daerah yang ditugasi hanya melaksanakannya, tetapi dengan kewajiban mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas kepada yang memberikan tugas.[16]


BAB III
PEMBAHASAN

A. Kekeuasaan DPRD Selaku Legislatif Daerah
            Cabang kekuasaan legislatif adalah cabang kekuasaan yang pertama-tama mencerminkan kedaulatan rakyat. Kegiatan bernegara, pertama-tama adalah untuk mengatur kehidupan bersama. Oleh sebab itu, kewenangan untuk menetapkan peraturan itu pertama-tama harus diberikan kepada lembaga perwakilan rakyat atau parlemen atau legislatif.[17]
            Selain daripada itu fungsi legislatif juga menyangkut empat bentuk kegiatan sebagai berikut[18] :
1)      Prakarsa pembuatan undang-undang (legislative initiation);
2)      Pembahasan rancangan undang-undang (Law making process);
3)      Persetujuan atas pengesahan rancangan undang-undang (law enactment approval);
4)      Pemberian persetujuan pengikatan atau ratifikasi atas perjanjian atau persetujuan internasional dan dokumen-dokumen hukum yang mengikat lainnya (Binding decision making on international agreement and treaties or other legal binding documents).

Lebih khusus, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, implementasi  peran DPRD lebih disederhanakan perwujudannya dalam tiga fungsi, yaitu[19] :
1.      Legislasi
2.      Anggaran
3.      Pengawasan
Menurut Utang Rosidin pelaksanaan ketiga fungsi tersebut secara ideal diharapkan dapat melahirkan output berikut.[20]
1.      Perda yang aspiratif dan responsif. Dalam arti Perda yang dibuat telah mengakomodasi tuntutan, kebutuhan, dan harapan rakyat. Hal itu tidak mungkin terwujud apabila mekanisme penyusunan Peraturan Daerah bersifat ekslusif dan tertutup. Untuk itu, mekanisme penyusunan Perda yang dituangkan dalam peraturan Tata Tertib DPRD harus dibuat sedemikian rupa agar mampu menampung aspirasi rakyat secara optimal.
2.      Anggaran Belanja Daerah (APBD) yang efektif dan efisien, serta memiliki kesesuaian yang logis antara kondisi kemampuan keuangan daerah dan keluaran (output) kinerja pelayanan masyarakat.
3.      Ada suasanana pemerintahan daerah yang transparan dan akuntabilitas, baik dalam proses pemerintahan maupun dalam penganggaran.
Untuk lebih jelasnya mari kita bahas ketiga fungsi, hak, tugas, kewajiban, dan wewenang DPRD satu-persatu.

1.    Fungsi DPRD
a.        Fungsi Legislasi
Fungsi legislasi yaitu DPRD berperan dalam membentuk Peraturan Daerah bersama Kepala Daerah, dalam hal ini Peraturan Daerah adalah peraturan yang dibuat oleh daerah. Sebelum peraturan dibuat dan ditetapkan sebelumnya harus direncanakan dulu dan mempunyai tujuan yang jelas.[21]
Dalam rangka menetapkan Peraturan Daerah yang sesuai dengan aspirasi masyarakat dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut Utang Rosidin Peraturan Daerah harus memenuhi syarat-syarat, baik material maupun formal. Adapun yang dimaksud dengan syarat materil adalah Sebagai berikut[22]:
1.      Sesuai dengan kewenangan daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.      Tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
3.      Sesuai dengan aspirasi dan materi-materi yang berkembang dalam masyarakat.
4.      Tidak bertentangan dengan peraturan lainnya yang sederajat.
5.      Tidak bertentangan dengan kepentingan umum.
Adapun persyaratan formal adalah :
1.      Dibuat oleh pejabat yang berwenang.
2.      Meliputi tata cara yang sudah ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.      Bentuk dan jenis harus sesuai dengan pedoman yang sudah ditetapkan pemerintah.
Dalam rangka menjalankan fungsi legislasi DPRD, ada proses tahapan yang dilalui dalam proses pembuatan peraturan daerah tersebut, yakni Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dapat berasal (usul insiatif) dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan dapat pula berasal (prakarsa) dari Gubernur atau Bupati/Walikota. Dengan kata lain, sebagai dua produk otoritas Pemerintahan Daerah, pengajuan raperda dapat dilakukan berdasarkan prakarsa Gubernur atau Bupati/Walikota, atau sebaliknya atau dapat dilakukan oleh DPRD melalui pengajuan usul inisiatif. Jadi, keduanya (Gubernur  atau Bupati/Walikota dan DPRD) mempunyai hak yang sama untuk mengajukan raperda. Oleh karena itu, dari manapun usul inisiatif atau prakarsa pengajuan raperda itu berasal, tetap memerlukan pembahasan dan persetujan bersama DPRD dengan Gubernur atau Bupati/Walikota dan diundangkan oleh Sekertaris Daerah dalam lembaran daerah agar Perda tersebut mempunyai kekuatan hukum mengikat (legal binding).
b.        Fungsi Anggaran
Bersama kepala daerah, DPRD menetapkan[23] :
1.      Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD);
2.      Perubahan atas APBD;
3.      Perhitungan APBD.
Dalam rangka melaksanakan fungsi penganggaran ini, DPRD mempunyai hak[24] :
a)      Budget, yaitu mengadakan perubahan atas rencana APBD
b)      Menentukan anggaran belanja DPRD
Anggaran belanja DPRD ini ditetapkan dengan keputusan DPRD dan dicantumkan dalam APBD.
Salah satu hal atau fungsi DPRD yang cukup penting dan berarti serta dapat berakibat panjang dan luas ialah fungsi anggaran DPRD menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal itu dikaitkan dengan kewajiban Kepala Daerah melakukan Pertanggung Jawaban Tahunan atas pelaksanaan APBD[25].
Adapun UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah mengatur lebih rinci kapan RAPBD diserahkan Kepala Daerah kepada DPRD. Seperti dirumuskan dalam Pasal 86 UU Nomor 22 Tahun 1999, disebutkan : “ Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daaerah selambat-lambatnya satu bulan setelah ditetapkannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara”.[26]
Sementara dalam UU No 32 Tahun 2004 yang menggantikan UU Nomor 22 Tahun 1999, dalam Pasal 181 merumuskan sebagai berikut[27];
1)      Kepala Daerah mengajukan rancangan Perda tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD untuk memperoleh persetujuan bersama.
2)      Rancangan Perda sebagaimana dimaksud ayat (1) dibahas pemerintah daerah bersam DPRD berdasarkan kebijakan umum APBD, serta prioritas dan  plafon anggaran.
3)      Pengambilan keputusan DPRD untuk meyetujui rancangan Perda sebagaimana dimaksud ayat (2) dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan.
4)      Atas dasar persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD da rancanga dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah.
c.         Funsi Pengawasan
Fungsi yang sangat populer dari DPRD dan pekaksanaannya bergantung pada internal DPRD adalah fungsi pengawasan (control). Undang – Undang No 32 tahun 2004 memberikan kesempatan yang cukup luas dan besar bagi DPRD untuk melaksanakan fungsi pengawasan atas jalannya roda permerintahaan daerah, baik dalam bentuk preventif maupun represif, yaitu sebagai berikut[28] :
a)      Bersama kepala daerah menetapkan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
b)      Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang undangan lainnya seperti pelaksanaan keptusan gubernur, pelaksanaan APBD, kebijakan pemerintahaan daerah dan pelaksanaan kerjasama internasional didaerah.
c)      Meminta pertanggung jawaban.
d)     Memminta keterangan pada pemerintahaan daerah.
e)      Mengadakan penyelidikan.
f)       Mengadakan perubahan atas rancangan peraturan daerah.
g)      Mengajukan pernyataan pendapat.
h)      Mengajukan rancangan peraturan daerah.
i)        Menentukan anggaran belanja DPRD.
j)        Menetapkan peraturan tata tertib DPRD.
k)      Meminta pejabat negara, pejabat pemerintah atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan suatu hal  yang perlu ditangani demi kepantingan negara, bangsa, pemerintahan dan pembangunan.
l)        Memberikan persetujuan pengangkatan seorang sekertaris DPRD kepala daerah dari Pegawai Negeri Sipil yang memunuhi syarat.
m)    Melelaui keputusan DPRD menetapkan pemberhentian Kepala Daerah karena alasan yang diatur berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan disahkan oleh Presiden.
n)      Melalui Peraturan Daerah mengatur kedudukan keuangan Kepala Daerah dan wakilnya.
o)      Melalui Peraturan Daerah melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan, dan kesejahteraan pegawai, pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kemampuan daerah.
p)      Memberi persetujuan kepada Pemerintah Daerah untuk dapat melakukan peminjaman dari sumber dalam negara dan atau sumber dari luar negeri untuk membiayai kegiatan pemerintahan.
q)      Melalui Peraturan Daerah menentukan tarif dan tata cara pemungutan pajak dan Retribusi Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
r)       Melalui Peraturan Daerah membentuk Badan Usaha Milik Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
s)       Memberi persetujuan kepada Kepala Daerah untuk menetapkan putusan tentang penghapusan tagihan daerah sebagian atau seluruhnya, penyelesaian sengketa perdata secara damai dan tindakan hukum lain mengenai barang milik daerah.
t)       Memberikan persetujuan kepada Kepala Daerah untuk mengadakan kerja sama antar daerah yang diatur dengan keputusan bersama, membentuk badan kerja sama antar daerah dan mengadakan kerja sama dengan badan lain yang diatur dengan keputusan bersama yang membebani masyarakat dan daerah.
u)      Melalui Perda melakukan pengawasan perkotaan.
v)      Melalui Perda menetap suatu organisasi, formasi, kedudukan, wewenang, hak, tugas dan kewajiban polisi pamong praja sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah.
2.  Tugas dan Wewenang DPRD
Adapun tugas dan wewenang DPRD sesuai isi Pasal 42 UU No.32 Tahun 2004 ialah[29] :
a)      Membentuk Peraturan Daerah yang dibahas dengan Gubernur untuk mendapat persetujuan bersama.
b)      Membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan Kepala Daerah.
c)      Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya, Peraturan Kepala Daerah, APBD, kebijakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah.
d)     Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah kepada Presiden melalui Mentri Dalam Negeri bagi DPRD Provinsi dan kepada Mentri Dalam Negeri melalui gubernur bagi DPRD Kab/Kota.
e)      Memilih wakil Kepala Daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil Kepala Daerah.
f)       Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah Provinsi terhadap perjanjian internasional di daerah.
g)      Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
h)      Meminta laporan keterangan pertanggung jawaban Kepala Daerah dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
i)        Membentuk panitia pengawasan pemilihan Kepala Daerah.
j)        Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah.
k)      Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama antar daerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.



3. Hak dan Kewajiban DPRD
Dalam Pasal 43 UU Nomor 32 Tahun 2004 disebut bahwa : DPRD mempunyai hak[30]:
a.       Interpelasi
Hak interpelasi adalah hak mengajukan mengenai kebijakan Pemerintah Daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarkat daerah dan negara.
b.      Angket
Hak Angket adalah hak penyelidikan terhadap kebijakan kepala daerah yang penting dan strategis seerta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
c.       Petisi
Hak Petisi adalah hak mengajukan usul pernyataan pendapat terhadap kebijakan usul atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi daerah.
Namun didalam rumusan Pasal 64 (untuk DPRD Provinsi) dan Pasal 80, UU Nomor 22 Tahun 2003 (untuk Anggota DPRD Kabupaten/Kota), yang kemudian lebih rinci lagi dalam Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah  dalam Pasal 44 disebut: hak anggota DPRD ialah[31] :
a.       Mengajukan rancangan peraturan daerah;
b.      Mengajukan pertanyaan;
c.       Menyampaikan usul dan pendapat;
d.      Memilih dan dipilih
e.       Membela diri;
f.       Imunitas;
g.      Protokoler; dan
h.      Keuangan dan administratif.
Selain fungsi, tugas, wewenang, berikut hak DPRD dan hak Anggota DPRD, UU No. 22 Tahun 2003 juga mengatur kewajiban Anngota DPRD Provinsi (Pasal 65) dan Anggota DPRD Kab/Kota (Pasal 81) yang rumusannya sama. Selanjutnya UU No. 32 Tahun 2004 mengaturnya dalam Pasal 45 disebutkan bahwa Anggota DPRD mempunyai kewajiban yakni[32] :
a.       Mengamalkan Pancasila melaksanakan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mentaati segala perturan perundang – undangan;
b.      Melaksanakan kehiduapan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahaan daerah;
c.       Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuaan Republik Indonesia;
d.      Memperjuangkan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah;
e.       Menyerap, menghimpun, menampung dan menindak lanjuti aspirasi masyarakat;
f.       Mendahukukan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi, kelompok, golongan;
g.      Memberikan pertanggung jawaban secara moral dan politis kepada pemilik dan daerah pemilihannya;
h.      Menaati Peraturan Tata Tertib, Kode Etik dan Sumpah atau Janji anggota DPRD;
i.        Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait.

B. Mekanisme Penggunaan Hak DPRD dalam Menjalankan Fungsi Pengawasan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
1. Hak Interpelasi
Pada prinsipnya setiap anggota DPRD secara perseorangan atau bersama-sama dengan anggota lainnya dapat mengajukan pertanyaan kepada Pemerintah Daerah. Sesuai dengan ketentuan Peraturan Tata Tertib DPRD, apabila pertanyaan tersebut menyangkut satu kebijakan yang ditempuh Pemerintah Daerah atas sesuatu yang terjadi di daerah tersebut, dilakukan oleh sejumlah Anggota DPRD (biasanya 5 orang) melalui Pimpinan DPRD yang kemudian lewat Panitia Musyawarah diputuskan diterima untuk diteruskan dalam Rapat Paripurna untuk membahas dan memutuskan apakah menerima atau menolak usul meminta keterangan kepada Kepala Daerah.[33]
Isi pertanyaan kelompok DPRD diformulasikan secara jelas dan singkat dalam bentuk tulisan. Dengan demikian apabila Rapat Paripurna menerima, maka usul tersebut diteruskan kepada Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah wajib memberikan keterangan lisan maupun tertulis atas pertanyaan DPRD yang selanjutnya DPRD memberikan pandangan atas Jawaban Pemerintah Daerah. Seterusnya Pemerintah Daerah dapat memberikan jawaban atas Pandangan DPRD, yang selanjutnya DPRD dapat menyatakan pendapatnya.  Selanjutnya pernyataan pendapat DPRD atas Keterangan Pemerintah Daerah dapat dipakai sebagai bahan bagi DPRD dalam pelaksanaan fungsi pengawasan untuk Kepala Daerah dijadikan bahan dalam pelaksanaan kebijakan dalam rangka penilaian pertanggung jawaban Kepala Daerah.[34]
Di samping prosedur tertulis ini, dalam setiap Rapat Paripurna DPRD dengan Kepala Daerah, setiap Anggota DPRD berhak meminta keterangan atas sesuatu peristiwa atau tentang pelaksanaan kebijakan Pemerintah Daerah, yang selanjutnya melalui izini Pemimpin Rapat, Kepala Daerah dapat memberikan keterangan lisan atau akan disusul dengan keterangan tertulis oleh pihak Kepala Daerah.[35]
2. Hak Angket
            Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD, sekelompok Anggota DPRD (biasanya 5 orang) dapat mengajukan usul kepada Pimpinan DPRD, untuk mengadakan penyelidikan mengenai terjadinya penyimpangan pelaksanaan peraturan perundang-undangan atau kebijaksanaan daerah, sehingga menimbulkan kerugian bagi daerah dan atau masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Usul tersebut disampaikan secara tertulis, singkat dan jelas  kepada Pimpinan DPRD dengan disertai daftar nama dan tanda tangan pengusul serta nomor pokok oleh Sekertariat DPRD. Usul tersebut selanjutnya dibahas dalam forum Panitia Musyawarah dan oleh Pimpinan DPRD diteruskan untuk dibahas dalam Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri sekurang-kurangnya ¾ dari jumlah Anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPRD yang hadir Rapat Paripurna memutuskan menerima atau menolak usul mengadakan penyelidikan. Dalam hal Rapat Paripurna DPRD menerima usul tersebut, maka usul mengadakan penyelidikan disampaikan kepada Kepala Daerah untuk diketahui.[36]
Keputusan DPRD mengadakan penyelidikan memuat :
a)      Rencana Kerja;
b)      Waktu pelaksanaan;
c)      Jumlah anggota DPRD yang akan mengadakan penyelidikan.
Dalam pelaksanaan tugas, tim atau panitia penyelidik berhak meminta Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, Badan Hukum atau Warga masyarakat untuk memberikan keterangan tentang sesuatu hal yangperlu ditangani demi kepentingan daerah, bangsa dan negara. Pihak-pihak di atas wajib memenuhi permintaan DPRD. Tim bekerja sesuai jadwal dan pada akhir waktu yang ditentukan; tim menyusun temuan meraka dalam bentuk laporan yang selanjutnya disampaikan kepada Pemimpin DPRD. Seluruh hasil kerja tim (panitia) angket bersifat rahasia. Laporan tersebut diteruskan Pimpinan untuk dibahas dalam Rapat Paripurna DPRD untuk diambil keputusan. Keputusan DPRD tersebut disampaikan kepada Kepala Daerah dan atau instansi terkait lainnya untuk ditindak lanjuti. Apabila hasil penyelidikan diterima oleh DPRD dan ada indikasi pidana, DPRD menyerahkan penyelesaiannya kepada aparat penegak hukum sesuai ketentuan perundang-undangan.[37]
3. Hak Petisi
Proses mengajukan Menyatakan Pendapat oleh DPRD biasanya dilakukan oleh kelompok (paling sedikit 5 orang Anggota DPRD) terhadapkebijakan Kepala Daerah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah. Pernyataan Pendapat disampaikan kepada Pimpinan DPRD secara tertulis, singkat dan jelas dilengkapi dengan daftar nama dan tanda tangan pengusul serta diberikan nomor pokok oleh Sekertariat DPRD. Selanjutnya Pimpinan DPRD menyampaikan pernyataan pendapat dalam forum Panitia Musyawarah untuk dibicarakan di Rapat Paripurna. Menjelaskan lebih rinci lagi tentang isi pendapatnya. Seperti pada rapat biasa, maka Anggota DPRD lainnya diluar pengusul dapat memberi pandangannya melalui fraksinya. Juga kepada Kepala Daerah diberi kesempatan untuk menyatakan tanggapannya atas pernyataan pendapat tersebut. Selanjutnya kepada pengusul diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan, jawaban atas pandangan Anggota DPRD dan tanggapa Kepala Daerah. Pembicaraan  Rapat Paripurna diakhiri dengan Keputusan DPRD yang menerima atau menolak usul pernyataan pendapat tersebut menjadi pernyataan pendapat DPRD. Apabila DPRD menerima usul pernyataan pendapat, Keputusan DPRD dapat berupa : pernyataan pendapat; saran dan penyelesaian; peringatan. Biasanya isi pernyataan pendapat tersebut menyangkut sikap DPRD terhadap jalanya Pemerintahan Daerah atau hal-hal yang timbul di tengah-tengah masyarakat yang memerlukan perhatian semua pihak.[38]
Dari uraian diatas dapat lah kita lihat bahwa Hak DPRD selaku Badan Legislatif Daerah memegang peranan yang sangat penting dalam fungsinya sebagai lembaga control, Namun yang menjadi permasalahan adalah siapa yang mengawasi kinerja DPRD. Itu adalah pertanyaan yang hingga kini belum dapat dijawab secara pasti, pertanyaan ini muncul ke permukaan, ketika banyak pihak mulai merasa khawatir terhadap munculnya beberapa gejala negatif yang dipertontonkan oleh anggota DPRD dalam menggunakan hak, tugas, dan wewenangnya yang sedemikian besar dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Realitas seperti ini dimungkinkan terjadi karena adanya latar belakang kondisi yang kontroversial. Di satu sisi, pertama; penetapan dan pelantikan Anggota DPRD didasarkan Surat Keputusan Mentri Dalam Negeri bagi Anggota DPRD Tingkat I, dan Surat Keputusan Gubernur bagi Anggota DPRD Tingkat II, sebagai pelaksanaan undang-undang. Dengan demikian, kedudukannya dijamin dan dilindungi secara kuat oleh peraturan perundang-undangan. Kedua; sesuai kedudukannya sebagai Badan Legislatif Daerah, undang-undan menetapkan kepada DPRD dan anggotanya diberikan hak, tugas dan wewenang yang sangat besar, sekaligus melaksanakan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Ketiga; undang-undang juga menetapkan kedudukann yang sejajar dan menjadi mitra Pemerintah Daerah. Namun disisi lain, dari berbagai ketentuan itu tidak satu pun yang disertai dengan pengaturan mengenai “pengawasan terhadap DPRD”. Dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang politik dan Pemerintahan Daerah, tidak ditemukan satu pasal pun yang mengatur hal itu. Padahal,dengan kedudukan dan kewenangan yang sedemikian besar tanpa disertai dengan pengawasan atau mekanisme kontrol, akan mendorong pada tindakan powerfull yang tidak terkontrol. Hal inilah yang dikhawatirkan para pihak ketika munculnya gejala-gejala negatif yang diperagakan oleh sebagian anggota DPRD. Di satu sisi DPRD dapat melakukan pengawasan ketat terhadap Pemerintah Daerah. Tetapi disisi lain, secara hukum keberadaannya tidak tersentuh pengawasan.[39]
Beberapa jawaban selama ini mengatakan, bahwa yang mengawasi DPRD adalah rakyat. Jika anggota DPRD yang melakukan penyimpangan, pelanggaran sikap perilakunya berindikasi KKN, dan sebagainya, maka rakyat yang akan menegur dan menghukum. Lembaga-lembaga semacam parliement watch di berbagai daerah yang lebih di efektifkan. Kalau jawaban itu bisa diterima, pertanyaannya kemudian adalah “bagaimana mekanismenya” dan “apa dasar hukumnya” Apakah mungkin melakukan tindakan hukum dengan melanggar hukum? Disinilah terjadi dilema, antara ketentuan hukum dan komitmen moralitas.[40]



BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1.      Bahwa dalam melaksanakan kekuasaannya sebagai Legislatif Daerah, DPRD memiliki Fungsi, Hak, Tugas, Kewajiban, dan Wewenang yang kesemuanya itu ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dimana tugas, wewenang dan Kewajiban DPRD diatur di Pasal 42 dan 45 UU no. 32 tahun 2004.  Serta  Fungsi DPRD pada Pasal 41 yakni sebagai Legislator, Budgeting, dan Controling, Serta Hak yang dimiliki DPRD diatur  pada Pasal 43 yakni Hak Interpelasi, Hak Angket, dan Hak Petisi.
2.      Bahwa mekanisme tata cara pelaksanaan Hak DPRD dalam rangka meyelenggarakan fungsi pengawasan terhadap Eksekutif Daerah diatur dalam Tata Tertib DPRD. Namun dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah terlihat lah bahwa hanya pihak DPRD yang mempunyai fungsi pengawasan terhadap Eksekutif Daerah, Legislatif Daerah tidak mempunyai lembaga pengawasan yang bisa mengawasi kinerja DPRD sendiri.
B. Saran
1.      Bahwa dalam pelaksanaan kekuasan dari DPRD sendiri selaku Legislatif Daerah ada banyak hal yang perlu diperbaiki misalnya saja dalam hal pengambilan keputusan. Dalam sila ke-empat Pancasila kita disebutkan bahwa “Kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Di sini para pendiri bangsa kita sudah mengamanatkan kepada kita untuk selalu dalam pengambilan keputusan itu haruslah diutamakan Musyawarah dan Mufakat. Tapi pada kenyataan yang terjadi dewasa ini Musyawarah tidak menjadi hal yang penting di karena kan Anggota Dewan yang terhormat kita ini memiliki kepentingannya masing-masing baik golongannya maupun pribadinya. Bahkan mirisnya tanpa ada musyawarah langsung diadakan voting. Ini menyebabkan hal yang sangat berbahaya, dikarenakan metode seperti ini membuat yang mayoritas pasti menang. Padahal yang banyak belum tentu benar dan yang sedikit belum tentu salah. Mari lah merubah itu semua mulai dari diri kita sendiri .
2.      Dalam melaksanakan mekanisme pengawasan yang dimiliki DPRD sendiri memiliki tiga hak yakni, hak interpelasi, angket, petisi. Diman ketiga hak ini diorientasikan sebagai fungsi dari pada DPRD sebagai control terhadap Eksekutif Daerah. Mekanisme nya sudah baik dalam proses penggunaan hak tersebut. Namun dalam ini DPRD mempunyai fungsi pengawasan , lalu yang jadi pertanyaan siapa yang mengawasi DPRD?. Secara hukum tidak ada lembaga atau institusi yang mengawasi DPRD sendiri, tapi yang kita ketahui mereka adalah wakil dari rakyat. Mereka adalah wakil kita, maka marilah sama-sama melakukan pengawasan terhadap kinerja mereka. Janganlah menjadi rakyat yang tidak mau tahu. Ini bangsa kita maka kita juga ambil bagian dalam maju dan berkembangnya negeri ini.


[1]Huala Adolf., Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional., (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada., 1996) hlm. 3
[2]Utang Rosidin., Otonomi Daerah dan Desentralisasi., (Bandung: Pustaka Setia., 2015) hlm. 9.
[3]Rosidin., Op.cit., hlm. 83.
[4]Bambang  Yudoyono.,  Otonomi Daerah.,  (Jakarta: Pustaka  Sinar Harapan., 2001)  hlm. 18.
[5] Ibid., hlm. 94.

[6]M. Yahya Harahap., Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP., (Jakarta: Sinar Grafika., 2002) hlm. 7.
[7]Miriam Budiardjo., Dasar-Dasar Ilmu Politik., (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama., 2008) hlm. 282.
[8]Ibid.,
[9]Ibid., hlm. 283.
[10]Ibid., hlm. 286.
[11]Dani Sintara., Hukum Pemerintahan Daerah., (Medan: Pustaka Bangsa Press., 2017) hlm. 16.
[12]Ibid.,
[13]Ibid., hlm. 16-17
[14] Rosidin., Op.cit., hlm. 77.
[15] Ibid., hlm. 79.
[16] Ibid., hlm. 80.
[17]Jimly Asshiddiqqie., Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II., (Jakarta: Sekertariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI., 2006) hlm. 32.
[18]Ibid., hlm. 34.
[19]Rosidin., Op.cit., hlm. 85.

[21]Sintara., Op.cit., hlm. 51.
[22]Rosidin., Op.cit., hlm. 319.
[23]Ibid., hlm. 91.
[24]Ibid.,
[25]B.N. Marbun., DPRD dan Otonomi Daerah Setelah Amandemen UUD 1945 & UU Otonomi Daerah 2004., (Jakarta:Pustaka Sinar Harapan., 2005) hlm. 138.
[26]Ibid.,
[27]Ibid.,
[28]Rosidin., Loc.cit.,
[29]Marbun., Op.cit., hlm. 72.
[30]Sintara., Op.cit., hlm 53.
[31]Marbun., Op.cit., hlm. 75.
[32]Ibid.,
[33]Ibid., hlm. 114.
[34]Ibid., hlm. 115.
[35]Ibid.,
[36]Ibid.,
[37]Ibid., hlm. 116.                                                                                                    
[38]Ibid., hlm. 117.
[39]Yudoyono., Op.cit., hlm 113
[40]Ibid.,

No comments:

Post a Comment

Tindak Pidana Khusus - Makalah Teknik Korupsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan yang diutarakan oleh Oppenheim-Lauterpacht bahwa unsur-unsur negara yakni, ra...